Senin, 10 Februari 2014

Internet Indonesia pernah lima kali mati


Kemarin Minggu (9/2), internet Indonesia dikabarkan mati karena proses pergantian server milik PT Internetindo Data Centra (IDC), pengelola open Internet eXchange Point (OIXP).

Meski pemilik iDC Johar Alam mengklaim proses pergantian server tersebut dilakukan dengan perencanaan dan waktu yang matang sehingga tidak menimbulkan efek internet mati, namun hal itu tetap mengkhawatirkan pengguna bila internet benar-benar down.

Namun sebenarnya, Indonesia sudah sering mengalami internet down atau mati. Menurut catatan merdeka.com, Indonesia setidaknya pernah mengalami internet mati dalam skala besar dan luas.

1. Kabel laut Hongkong putus Maret 2012

Maret 2010, gempa bumi terjadi di laut dalam di Taiwan yang juga turut menjadi 'bencana' di Indonesia, khususnya bagi industri Internet yang terpukul mundur hingga 10 tahun ke belakang. Koneksi Internet yang lumpuh ini menghambat aktivitas bisnis.

Kondisi Internet saat itu kembali seperti pada masa-masa krisis moneter 1996, yang mana bandwidth akses ke luar terbatas dan sangat lambat.

Gempa berkekuatan 7,1 pada skala Richter di selatan Taiwan itu memutuskan empat jalur kabel serat optik bawah laut yang menjadi tulang punggung koneksi lalu lintas data antara Asia Pasifik dan Eropa-Amerika.

Jalur itu adalah SMW3 (Southeast Asia-Middle East-Western Europe 3), APCN (Asia Pacific Cable Network), SingTel Internet Exchange (STIX), FLAG (Fiber Optic Around the Globe) dan CHUS (China-United States).

Jalur kabel laut serat optik alternative yang tersedia saat itu melalui Australia Japan Cable (AJC), namun kapasitasnya terbatas karena digunakan beramai-ramai. Untuk mempercepat pemulihan, APJII lalu mengupayakan koneksi melalui satelit.

2. Serangan DDOS Oktober 2002

Serangan Distributed Denial of Service (DDOS) pernah melanda dunia yang juga mempengaruhi akses internet di Indonesia. Serangan besar pernah dilancarkan pada bulan Oktober 2002 ketika 9 dari 13 root DNS Server diserang dengan menggunakan DDoS yang sangat besar yang disebut dengan "Ping Flood".

Menurut Wikipedia, pada puncak serangan, beberapa server tersebut pada tiap detiknya mendapatkan lebih dari 150 ribu request paket Internet Control Message Protocol (ICMP).

Pada 21 Oktober 2002, para administrator 13 root server DNS tersentak. Sejumlah data yang volumenya 30 sampai 40 kali lebih besar data normal yang dapat ditangani, namun server server tersebut tiba-tiba membanjir.

Akibatnya, sembilan dari 13 root server tersebut lumpuh. Para administrator segera mengambil tindakan. Untungnya, karena serangan hanya dilakukan selama setengah jam saja, lalu lintas Internet pun tidak terlalu terpengaruh dengan serangan tersebut (setidaknya tidak semuanya mengalami kerusakan), meski tetap saja sempat mengalami kematian beberapa saat.

3. Serangan DNS changer 9 Juli 2012

Beredarnya kabar adanya serangan terhadap Domain Name Server (DNS) changer sehingga Internet di seluruh dunia akan dimatikan pada 9 Juli membuat resah pengguna Intenet.

Keresahan itu semakin terlihat, ketika belum juga 9 Juli, sejumlah situs penjualan online sudah terkena dampaknya, yaitu tiba-tiba mati dan tidak bisa bertransaksi lagi. Hal ini menimpa sekitar 200 online shop yang berada di Depok, dan belum dihitung di kota lainnya.

Pemilik hosting online shop tersebut mengaku server tiba-tiba nge-drop, padahal selama tujuh tahun berjalan tidak terjadi apa-apa.

Kabar pun menyeruak, apakah ini merupakan dampak dari akan terjadinya Kiamat Internet? Istilah kiamat Internet ini adalah untuk menggambarkan suatu suasana dimana kita tidak bisa mengakses internet lagi.

Cerita berawal dari musim dingin 2011 dimana FBI berhasil menemukan aksi yang mengejutkan di Estonia. Dalam operasi bernama Operation Ghost Click, FBI berhasil menangkap 6 hacker yang berhasil menginfeksi virus malware DNS Charger di lebih dari empat juta komputer di dunia.

Kemudian, pada Maret 2012, FBI telah mendapatkan izin dari pengadilan untuk membiarkan server membersihkan DNS mereka sendiri. Kalau saat itu server DNSchanger dimatikan, setidaknya empat juta komputer di dunia akan kehilangan akses internet dan sudah pasti akan menimbulkan kekacauan.

4. Kabel Telkom Putus di Batam Juni 2013

Layanan internet PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), Telkomsel, dan XL Selasa (25/6) mengalami gangguan. Hal itu akibat dari putusnya kabel fiber optik bawah laut di wilayah Batam, Kepulauan Riau.

Putusnya jaringan internet Telkom, Telkomsel, dan XL tersebut, mengakibatkan banyak masyarakat yang melapor ke pemerintah karena akses internetnya mati. Wajar saja, karena cukup banyak juga internet service provider (ISP) yang menggunakan bandwidth Telkom dan XL. Sedangkan dari mobile internet, Telkomsel dan XL menguasai hampir 70 persen pengguna internet mobile.

Upaya untuk mengakses sebuah laman diperlukan waktu yang sangat lama, bahkan terkadang gagal. Putusnya kabel bawah laut sudah sering terjadi. Penyebabnya bukan saja karena terkena jangkar kapal, ada juga kasus karena kabel dicuri.

Kabel fiber optic bawah laut ini merupakan jaringan backbone (utama) internet PT Telkom. Akibat adanya gangguan tersebut, layanan akses internet yang diberikan Telkom Group seperti Telkomsel, Speedy, dan lainnya mengalami hambatan. Namun, tidak sampai dua hari, BUMN telekomunikasi itu berhasil menyambung kabel yang putus tersebut.

5. Rak server IDC terbakar Agustus 2012

Bukan hanya kali ini saja pengguna internet terganggu gara-gara IDC. Karena tahun lalu pun jaringan internet Indonesia sempat dibuat sempoyongan gara-gara Uninterruptible power supply (UPS) pusat data PT Internetindo Data Centra (IDC) yang berlokasi di Duren Tiga Jakarta Selatan terbakar pada Minggu (12/8/2012) sore.

Akibat terbakarnya UPS ini, atas pertimbangan keamanan, server-server yang berada di data center tersebut dimatikan untuk sementara waktu. Down-nya beberapa situs yang menempatkan severnya di IDC berlangsung sampai dua hari.

IDC perlu menjelaskan bagaimana proses perbaikan hingga harus menyita banyak waktu. Mulai dari proses pemadaman, petugas tetap menggunakan air walaupun tidak banyak dan diarahkan ke peralatan UPS yang terbakar.

Tentu saja IDC segera menginformasikan bahwa penggunaan air akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah terhadap peralatan elektronis yang ada baik milik IDC maupun klien.

Untuk menghindari hal-hal yang lebih buruk, kami berinisiatif melakukan shutdown seluruh arus listrik, berjaga-jaga apabila petugas tetap menggunakan air. Shutdown ini kami lakukan untuk melindungi peralatan klien kami, tutur pemilik IDC Johar Alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog